A.
Organisasi
sebagai Sistem Terbuka
Ketika mempelajari perilaku organisasi seringkali kita menemukan istilah
organisasi sebagai open system. Organisasi disini dipahami sebagai
sekumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi
bukankah entitas yang berdiri sendiri tetapi pasti ada lingkungan yang menjadi
wahana organisasi tersebut hidup tumbuh dan berkembang. Karena organisasi
membutuhkan lingkungan maka bisa dikatakan organisasi tersebut merupakan sistem
yang terbuka. Untuk menghasilkan barang dan jasa organisasi mengambil sumber
daya dari lingkungan eksternal dan mengkonversi atau mengubahnya menjadi barang
dan jasa yang siap untuk diolah kembali atau dinikmati oleh end user
yang dikirim kembali ke lingkungan tersebut, di mana mereka dibeli oleh
pelanggan. Siklus tersebut terus menerus berlangsung sampai organisasi tersebut
bubar.
Organisasi sebagai open system ini bisa diibaratkan seperti
organisme yang hidup dalam media tertentu. Agar dapat bertahan hidup organisme
ini perlu terus menerus berinteraksi dengan lingkungannya, mengambil makanan
dari lingkungan, kemudian pengkonversikannya menjadi energi dan kemudian energi
serta limbahnya dilepaskan kembali ke lingkungan.
Organisasi dilingkupi oleh lingkungan dimana organisasi mengambil
sumberdaya yang berupa bahan mentah, uang dan kapital, serta SDM. Proses
mengambil sumberdaya ini seringkali disebut sebagai tahapan mendapatkan input.
Selanjutnya sumberdaya tersebut diubah menggunakan mesin, komputer, dan
dikendalikan oleh keterampilan manusia untuk menambahkan nilai dari sumberdaya
tersebut. Setelah tahapan konversi, maka kemudian masuk dalam tahapan output
dimana sumberdaya tadi kemudian berubah bentuk menjadi barang dan jasa yang
siap dilepaskan di lingkungan kembali melalui proses penjualan. Proses
penjualan pada hakikatnya merupakan proses untuk mendapatkan input kembali
untuk diproses menjadi barang dan jasa. Semua itu bertujuan untuk menjamin kelangsungan
hidup dan pertumbuhan organisasi.
Konsep input-output sering disebut sebagai model
linear, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana sistem dapat dijelaskan dalam
konteks dunia nyata. Suatu teori yang beranjak dari konsep umum ke khusus yang
tampak logis, rasional dan teratur berupaya untuk mencari jawaban terhadap
upaya menghubungkan nilai input dan nilai output sehingga menghasilkan
efisiensi biaya.
Organisasi sebagai sistem yang menciptakan dan
menjaga lingkungan didalamnya memuat interaksi manusia yang kompleks (baik
antar individu maupun dalam kelompok). Organisasi dengan open system dapat digambarkan seperti fenomena
nyala api lilin, sinar yang dipancarkannya akan memengaruhi kondisi lingkungan
di sekelilingnya. Dalam sistem yang terbuka, organisasi dengan sistem yang
lebih luas orang akan berinteraksi aktif dengan sistem eksternal yang terdapat
pada lingkungannya. Misalnya organisasi sekolah,
harus dipandang sebagai hubungan antara perilaku manusia dan konteksnya.
Perilaku organisasi difokuskan pada sekolah sebagai suatu sistem.
Organisasi (sistem) berada dalam lingkungan
(suprasistem) yang didalamnya memuat pula sub sistem (perangkat administrasi
dalam organisasi). Batasan antar sub sistem dibuat dengan garis putus-putus
yang berarti antar bagian dapat saling menembus (permeable). Antara subsistem
yang terlibat dapat saling mempengaruhi lewat hubungan yang interaktif dan
adaptif antar komponen. Masalah yang terjadi pada satu bagian dapat menjadi
ancaman terhadap fungsi keseluruhan. (Owens; 1987).
Organisasi sebagai open system adalah organisasi yang
berinteraksi dengan lingkungan dengan kata lain organisasi yang menerima
sesuatu dari suatu sistem dan melepaskannya kepada sistem yang lain. Organisasi merupakan suatu open
system karena selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Open
system adalah “sistem yang berhubungan dan terpengaruh dengan lingkungan
luarnya”. Sistem ini menerima masukan dan menghasilkan keluaran untuk
lingkungan luar atau subsistem yang lainnya, sehingga harus memiliki sistem
pengendalian yang baik. Lingkungan dapat dilakukan dengan dua arah yaitu
organisasi dipenuhi perubahan dan sebaliknya lingkungan dipengaruhi oleh
organisai. Adapun lingkungan organisasi terdiri atas lingkungan mikro dan
makro.
Open system akan mencapai suatu tingkat dinamika tertentu atau keseimbangan dinamis.
Di sisi lain sistem ini masih mempunyai kemampuan yang berkelanjutan untuk melangsungkan
kerja dan melakukan transformasi ke pihak lain. Sistem ini mempunyai proses
putaran yang kontinu yang menyebabkan daya hidupnya berkelangsungan. Organisasi
dipandang sebagai hal yang dinamis yang senantiasa berubah. Masukan yang
berasal dari lingkungan, diterima oleh sesuatu organisasi. Kemudian organisasi
tersebut memproses sebagai salah satu kegiatannya untuk mencapai tujuan
organisasi. Hasil pemrosesan ini dikirim dan diterima oleh lingkungan baik
berupa barang-barang atau jasa pelayanan. Hasil ini dirasakan oleh masyarakat
sebagai unsur lingkungan dari organisasi tersebut. Lingkungan akan memberikan
umpan balik kepada organisasi yang digunakan sebagai bahan masukan baru untuk
diolah dan diproses didalam organisasi. Dengan cara demikian organisasi
mencapai tingkat keseimbangan yang dinamis dengan lingkungannya. Karena ia
dirangsang untuk mendapatkan potensi baru guna melanjutkan kelangsungan
hidupnya.
Open system menekankan hubungan dan ketergantungan antara unsur-unsur oranisasi yang
bersifat sosial dan teknologi. Organisasi dipertimbangkan sebagai serangkaian
variabel yang saling berhubungan, dimana perubahan satu variabel akan
menyebabkan berubahnya variabel lainnya. Sistem organisasi terbuka tidak hanya
terbuka bagi lingkungannya saja, akan tetapi terbuka pula bagi dirinya sendiri.
Open system menyesuaikan pada lingkungannya dengan cara melakukan
perubahan-perubahan susunan dan proses dari komponen-komponen di dalam
organisasi itu sendiri.
Karakteristik dari open system ini menurut Burns dan Stalker (1994) adalah
sebagi berikut:
1.
Tugas-tugas
yang tidak rutin berlangsung dalam kondisi-kondisi yang tidak stabil.
2.
Pengetahuan
spesialisasi menyebar pada tugas-tugas pada umumnya. Berbeda dengan sistem
tertutup bahwa pemahaman dari spesialisasi tugas itu pengetahuan
spesialisasinya dimiliki oleh masing-masing orang yang barang kali hanya bisa
dipergunakam jika menguntungkan orang tersebut untuk mengatasi berbagai
tugas organisasi.
3.
Hasil (atau
apa yang bisa dikerjakan) diutamakan
4.
Konflik di
dalam organisasi diselesaikan dengan interaksi diantara teman sejawat.
5.
Pencairan
pertanggungjawaban ditekankan. Dalam hal ini tugas-tugas yang bersifat formal
dikesampingkan untuk melibatkan semua anggota didalam memecahkan
persoalan-persoalan organisasi.
6.
Rasa
pertanggungjawaban yang loyalitas seseorang adalah pada organisasi secara
keseluruhan, tidak hanya pada subunit organisasi yang telah dibebankan kepada
seseorang pejabat.
7.
Organisasi
dipandang sebagai struktur network yang merembes (fluiding network
structure) (dalam hal ini organisasi dilihat sebagai amoeba).
8.
Pengetahuan
atau informasi dapat berada dimana saja di dalam organisasi (misalnya, setiap
orang mengetahui sesuatu yang bergayutan dengan organisasinya. Tidak semua
orang termasuk kepala atau pimpinan dapat mengetahui semua hal).
9.
Interaksi di
antara orang-orang di dalam organisasi cenderung bergerak secara horizontal,
selancar geraknya interaksi vertikal.
10.
Gaya
interaksi yang diarahkan untuk mencapai tujuan lebih berifat pemberian saran
disbandingkan dengan pemberian instruksi, dan disifati dengan mitos setia kawan
dengan mengesampingkan hubungan antara atasan-bawahan.
11.
Hasil tugas
dan pelaksanaan kerja yang baik diutamakan, bukannya menekankan pada loyalitas
dan kepatuhan pada seseorang atasan.
12.
Prestise
ditentukan dari pihak luar (externalized) misalnya kedudukan atau status
seseorang di dalam organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan professional dan
reputasi seseorang.
B.
Keterbukaan Sistem dalam
Organisasi
Pada sebuah organisasi bersistem terbuka perlu menjalin hubungan dengan
banyak pihak baik didalam maupun diluar organisasi. Humas adalah fungsi yang
diperlukan oleh sebuah organisasi yang menganut sistem terbuka untuk mengelola
hubungan atau interaksi serta komunikasi antara organisasi dengan pihak-pihak
luar. Grunig dan Hunt (1984) menyebut humas yang posisinya berada di perbatasan
antara manajemen pusat dengan bagian-bagian lain yang ada didalam organisasi
serta antara organisasi dan lingkungannya.
Dengan pandangan seperti inilah kehadiran humas dalam sebuah organisasi
menjadi sangat diperlukan karena humaslah yang bertugas sebagai penghubung
antara organisasi dengan lingkungannya dan demikian pula sebaliknya. Namun begitu
perlu untuk ditekankan disini bahwa hubungan antara organisasi dengan
lingkungannya tidaklah berada dalam kerangka hubungan yang tidak seimbang.
Organisasi harus sejak awal menyadari bahwa hubungan antara dirinya dengan
lingkungan adalah hubungan yang saling menguntungkan, seimbang, serta
berazaskan komunikasi dua arah yang saling timbal balik. Karena hanya dalam
kerangka hubungan semacam inilah organisasi dapat bertahan dan eksis untuk
terus merealisasikan tujuan-tujuannya. Untuk dapat merealisasikan sebuah
hubungan timbal balik dua arah yang saling menguntungkan, ternyata keterbukaan
sebuah sistem saja dipandang kurang mencukupi. Atau dengan kata lain, walaupun
organisasi tersebut telah bersistem terbuka, organisasi masih memerlukan faktor
lain untuk memantapkan posisinya dalam sebuah sistem. Organisasi masih
memerlukan worldview yang sesuai.
Kearney (1984) seorang antropolog menyatakan bahwa worldview adalah, “a set
of images or assumptions about the world”. Sementara Kuhn (1970) berpendapat
bahwa worldview adalah, “a paradigm that stands for the entire constellation of
beliefs, values,techniques, and so on shared by the member of a given community”.
(dikutip dalam Grunig dan White, 1992). Dari pendapat tersebut bisa kita pahami
bahwa worldview adalah semacam paradigma yang dianut oleh suatu masyarakat.
Sebuah paradigma yang bisa menjelaskan bagaimana sekelompok masyarakat
memandang keberadaan mereka dan orang-orang lain yang ada di dunia. Sebuah
organisasi pun bisa kita anggap sebagai sebuah masyarakat dalam lingkup kecil
dan karenanya pasti juga memiliki seperangkat worldview tersendiri tentang
bagaimana mereka memandang keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat yang
lebih luas.
Menurut Grunig (1989) ada dua jenis worldview yang bisa dianut oleh sebuah
organisasi. Ia menyebutnya sebagai Symmetrical Worldview dan Asymmetrical
Worldview atau bisa kita terjemahkan sebagai Paradigma Simetris dan Paradigma
Asimetris. Grunig lebih lanjut menyatakan bahwa untuk sebuah organisasi agar
bisa bertahan dalam lingkungannya dengan baik dan mampu menjalin hubungan yang
positif dengan lingkungn tersebut sebuah organisasi memerlukan Paradigma yang
Simetris (dikutip dalam Grunig dan White, 1992).
Seperangkat Paradigma yang simetris
adalah:
1.
Interdependence
Organisasi menyadari bahwa ia tidak bisa mengisolasi diri dari lingkungan
sekitar. Walaupun sebagai sebuah sistem organisasi memiliki pembatas, namun
pembatas itu bisa ditembus oleh lingkungan.
2.
Moving
Equilibrium
Organisasi sebagai sebuah sistem bisa saja berupaya untuk mencapai kondisi
equilibrium yaitu kondisi yang stabil, namun ia harus menyadari bahwa kondisi
stabil tersebut tidak akan selamanya bertahan. Dengan kata lain, organisasi
harus selalu siap dengan kondisi equilibrium yang selalu bergerak ini.
Equilibrium selalu bergerak karena lingkungan di sekitar sistem selalu berubah.
Jika sebuahsistem ingin terus eksis, ia harus bisa beradaptasi dengan perubahan
itu.
3.
Equity
Organisasi
Beroperasi atas dasar persamaan hak antar manusia. Karyawan harus diperlakukan
dengan manusiawi serta dipenuhi hak-haknya, termasuk hak untuk berbeda pendapat
atau memberi kritikan serta masukan kepada organisasi. Demikian juga dalam
berinteraksi dengan komponen yang lain dalam komunitas.
4.
Autonomy
Memberikan otonomi yang cukup luas kepada karyawan. Pemberian otonomi tidak
perlu dikhawatirkan akan menjadi lepas kendali karena banyak penelitian
membuktikan otonomi yang dimiliki seseorang justru akan memperbaiki kinerja
orang tersebut. Dengan demikian pemberian otonomi pada karyawan justru akan
memberikan dampak yang positif pada organisasi.
5.
Innovation
Organisasi bersikap fleksibel atau luwes dalam menghadapi adanya
gagasan-gagasan baru dan tidak terpaku pada konservatisme atau tradisi yang
ketinggalan jaman. Anggota organisasi diberikan kesempatan dan ruang untuk
berinovasi, mengembangkan kreativitasnya atau berimprovisasi.
6.
Decentralization
of Management
Ada pendelegasian kewenangan yang memadai. Para menajer berperan lebih
sebagai koordinator dari pada diktator. Pendelegasian kewenangan yang cukup
terbukti akan mendorong tumbuhnya iklim komunikasi yang sehat, kinerja yang
baik, dan kepuasan kerja yang cukup tinggi.
7.
Responsibility
Organisasi dan para anggotanya harus menyadari bahwa kehadiran mereka dalam
suatu lingkungan memiliki dampak bagi sistem lain yang ada di lingkungan
tersebut. Karenanya, organisasi harus berupaya memaksimalkan dampak yang
positif dan meminimalkan dampak negatif mereka terhadap lingkungan.
8.
Conflict
Resolution
Organisasi bersikap terbuka terhadap adanya konflik. Konflik adalah sesuatu
yang biasa dalam interaksi antar manusia, sehingga tidak perlu ditutupi atau
dianggap tabu. Konflik yang terjadi harus diselesaikan dengan cara negosiasi,
komunikasi, dan kompromi dan bukannya diselesaikan dengan cara pemaksaan,
manipulasi, koersi, atau kekerasan.
Sedangkan seperangkat Paradigma yang Asimetris adalah:
1.
Internal
Orientation (berorientasikan ke dalam)
Para anggota
organisasi tersebut hanya bisa melihat kepada dirinya sendiri namun tidak mampu
membayangkan bagaimana orang lain memandang organisasi tersebut. Dengan kata
lain organisasi tersebut tidak pernah berusaha mencari tahu bagaimana pendapat
orang lain tentang dirinya. Ia sudah cukup puas dengan pendapatnya sendiri.
2.
Closed
System Informasi
Hanya bergerak keluar dari organisasi, namun tidak
ada informasi yang masuk kedalam organisasi. Artinya, organisasi tersebut tidak
pernah berusaha mencari feedback dari luar.
3.
Efficiency
Efisiensi
Adalah segala-galanya bagi organisasi, bahkan jika
perlu dengan mengorbankan inovasi.
4.
Elitism
Menganggap pimpinan organisasi sebagai yang paling
tahu dan yang paling bijak. Ide-ide atau pendapat dari mereka yang tidak
memiliki posisi tinggi atau penting dalam organisasi dianggap sebagai pendapat
yang tidak berguna dan karenanya tidak perlu diindahkan.
5.
Conservatism
Organisasi enggan untuk berubah. Perubahan dianggap
sebagai sesuatu yang buruk dan karenanya harus dihindari. Upaya-upaya yang ada
untuk membawa organisasi ke arah perubahan dianggap sebagai tindakan yang
subversif dan karenanya patut mendapat hukuman.
6.
Tradition
Tradisi turun temurun dalam organisasi tersebut
dianggap sebagai pakem yang tidak bisa diubah-ubah lagi, bahkan bila tradisi
tersebut tidak sesuai lagi dengan perubahan jaman. Organisasi menganggap bahwa
bergantung pada tradisi akan membawa stabilitas dan rasa nyaman.
7.
Central
Authority
Kekuasaan harus terkonsentrasi pada segelintir orang
yang ada di pucuk pimpinan perusahaan. Kewenangan tidak didelegasikan (dari
Grunig dan White, 1992).
C.
Kedudukan Humas dalam Sistem Organisasi
Masih teringat dalam ingatan penulis, beberapa tahun yang lalu ketika
sebuah perusahaan besar di Indonesia memutuskan untuk ditanya apa alasannya membentuk dan
mengangkat pejabat humas. Sang Direktur menjawab bahwa alasannya membentuk
bagian humas karena merasa kewalahan menghadapi wartawan. Gambaran ini
menunjukkan, bahwasannya keberadaan humas dalam organisasi akan sangat
tergantung dari kemauan para pemimpinnya. Begitupula sebuah perusahaan yang
memiliki bagian humas tetapi tidak mampu mendeskripsikan kerja/tugas humas
secara tegas, maka para petugas humas-nya berkelakar bahwa tugas humas adalah
semua tugas yang belum dikerjakan oleh bagian lain. Tetapi ada juga bagian
humas yang sungguh sangat elegan dengan deskripsi dan wewenang yang jelas. Gambaran
ini menunjukkan bahwa keberadaan humas di sebuah organisasi juga tergantung
dari bagaimana apresiasi dan persepsi para pengambil keputusan.
Keberadaan humas dalam organisasi pada dasarnya bisa dilihat secara
fungsional maupun struktural. Secara fungsional artinya humas tidak harus ada
sebagai state of being atau sebagai sebuah bagian tersendiri dengan segala
konsekuensi sebuah bagian yang memiliki fasilitas ruang, pimpinan dan staf
tersendiri, melainkan secara fungsional tanpa adanya bagian humas, organisasi
bisa mengangkat seorang petugas humas untuk menjalankan fungsi-fungsi
kehumasan. Sedangkan secara struktural artinya humas telah terlembagakan ke
dalam bagian tersendiri.
Djanaid (2000) mengklasifikasikan menjadi dua, yakni sebagai state of being
dan method of communication. Sebagai method of communication, humas dipahami
sebagai sebuah aktivitas berhubungan dengan public melalui pendekatan
komunikasi yang dilakukan oleh siapa saja yang berada dalam organisasi
tersebut. Sementara sebagai state of being, humas telah terlembagakan kedalam
bagian-bagian dalam struktur organisasi.
Humas berkedudukan sebagai sebuah fungsi yang mengantarai manajemen pusat
dengan bagian-bagian lain yang ada dalam organisasi, humas memiliki posisi yang
cukup dekat dengan manajemen pusat. Keberadaan humas pada sebuah posisi yang
dekat dengan manajemen pusat tersebut menggambarkan betapa posisi humas
dianggap cukup penting dalam sebuah organisasi. Kedekatan posisi humas dengan
manajemen pusat tersebut memang disengaja, karena humas sebagai fungsi pencari
dan pemberi informasi diharapkan memiliki akses langsung kepada manajemen pusat
untuk mempercepat serta memudahkan tugas-tugas humas sebagai pemberi masukan
serta pengambil keputusan khususnya yang melibatkan masalah-masalah komunikasi
yang dihadapi organisasi.
D.
Kelemahan Organisasi Terbuka
Organisasi dengan open system merupakan satu system yang sudah sangat baik karena menerima
masukan tertentu, seperti bahan baku, informasi, tenaga kerja, dan peralatan.
Di sisi lain organisasi juga menghasilkan produk yang dilepas, disalurkan dan
diterima oleh sistem lain. Proses ini berlangsung terus menerus tanpa ada
hentinya.
Namun kelemahan pada organiasi open system yang perlu diwaspadai adalah jika organisasi gagal memperoleh masukan yang
diperlukan dari sistem lain dan keluarannya tidak diserap atau ditolak sistem
lain maka, organisasi lama-kelamaan akan hilang eksistensinya. Hal ini yang
kemudian membuat suatu organisasi atau industri bubar atau bangkrut.
DAFTAR
PUSTAKA
Thoha,
Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
EmoticonEmoticon